Keterampilan ragam hias sulam atau bordir sudah sejak lama di Indonesia, diperkirakan sudah ada sejakabad ke-18 M, bahkan sudah mulai dikembangkan dalam bentuk tradisional pada abad e-16 M. Pada waktu itu, border atau sulaman diperkenalkan hampir keseluruh pelosok nusantara. Pada saat itu , bordir atau sulaman diperuntukkan bagi inisial kerajaan dan untuk menghias busana para bangsawan dan kaum ningrat.
Kerajinan sulaman sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Melayu Riau. Pada masa kerajaan dahulu, anak-anak dara sudah mengerjakan kerajinan sulaman ini. Dari mana asal perkembangannya belum ada pengkajian yang mendalam.
Istilah bordir identik dengan menyulam, karena kata "Bordir" diambil dari istilah Inggris "Embroidery" yang artinya sulaman. Di Indonesia ada juga yang membedakan antara sulam dan bordir.
Di Provinsi Riau secara khusus sulam sulam atau bordir yang memiliki nuansa Melayu diperkenal kan oleh perajin, Ibu Martini Sucipto, pada tahin 1990. Pada saat itu Ibu Martini mengembangkan sulam atau bordir dengan motif Melayu. Ciri khasnya terlihat pada motif yang menggunakan ragam hias pucuk rebung, siku keluang, dan lain-lain. Usaha bordir yang bernuansa melayu tersebut bernama "UBAR" atau Usaha Bordir Ali Riau. Sejak saat itu, bordir dikembangkan didaerah lain, meskipun masih terpengaruh oleh budaya setempat.